Minggu, 16 Agustus 2009

PERJALANAN MENCARI KEBENARAN

Perjalanan mencari kebenaran, perenungan akan lurusnya suatu jalan dan usaha untuk mencari sebuah keyakinan adalah bagian dari sebuah proses dalam menjalani kehidupan. Aktivitas yang menjadi rutinitas dalam hidup telah mencapai pada posisi titik jenuh dimana situasi dan kondisi terasa tak lagi sesuai dengan kehendak hati, tidak seirama dengan keinginan yang dibutuhkan oleh jiwa dan raga. Semuanya terasa begitu hampa, segalanya terasa tak berarti hingga mengarah pada batas keputusasaan.

Dunia terasa begitu sempit, pandangan menjadi terbatas, alam fikiran tak mampu lagi untuk berfikir jernih dan hatipun menjadi gudang segala rasa yang penuh dengan keluh kesah, kedengkian dan menjadi sesak dengan berkumpulnya perasaan-perasaan dari bisikan iblis-iblis yang menyesatkan.

Itulah kehidupan, laksana air laut yang tidak selalu surut dan tidak selalu pasang. Silih berganti dari satu kondisi kepada kondisi lainnya, berputar laksana roda yang terkadang berada diposisi teratas namun kadang pula harus rela berada di posisi paling bawah. Orang bijak mengatakan “hiduplah seperti karang dilautan, walau jutaan terjangan ombak datang silih berganti namun tetap berdiri kokoh tiada bergeming dan pantang mundur”. Itulah bagian dari isyarat Sang Pencipta yang disediakan untuk makhluk ciptaan-Nya.

Sudah menjadi karakter dan sifat manusia yang cenderung putus asa, lemah dan merasa tidak puas dengan suatu keadaan. Selalu berkeluh kesah penuh dengan kebimbangan, selalu merasa kekurangan diselimuti penderitaan. Merasa diperlakukan tidak adil dan merasa paling sengasara didunia. Namun Sang Pencipta tetap Maha Pengampun dan Maha Bijaksana.

Alam yang terhampar begitu luas, penuh dengan keindahan dan panorama yang menawan memberikan kesejukan bagi mata yang selalu memandang. Langit yang berwarna biru dihiasi putihnya awan, lukisan alami ciptaan Sang Maha Karya. Samudera yang membentang adalah lautan keni’matan dan fasilitas yang serba lengkap yang disediakan bagi manusia oleh Sang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.

Kealpaan dan kekhilafan membutakan mata hati untuk memandang betapa luasnya karunia yang telah diberikan, kefasikan dan kemunafikan diri menutup indera pendengaran untuk mendengarkan lantunan kalam Ilahi yang mengalun seiring hembusan bayu. Kedengkian dan keegoisan dalam diri menjadi belenggu hati untuk menerima secercah cahaya dari Sang Maha Pencipta.

Tidak ada komentar: