Minggu, 16 Agustus 2009

18042007

Pergulatan antara hati yang memiliki perasaaan dan akal dengan pemikiran, melahirkan pergolakan dalam bathin yang penuh dengan ketidakpastian, penuh dengan tanda tanya, penuh dengan teka-teki dan penuh dengan kebimbangan. Itulah mungkin yang tengah terjadi dalam diri ini. Hari-hari yang kulalui kian terasa hampa, jalan yang kulewati terasa tak berarti, dan waktu yang kulalui terasa begitu membelenggu.

Entah apa yang terjadi, akupun tak pernah mengerti dan fahami karena gejolak ini terlahir begitu saja tanpa kusadari. Mengalir seiring aliran darah, memacu emosi dan membatasi jarak pandang mata hati ini.

Antara berfikir dan melamun sudah tak bisa dibedakan lagi, antara cita-cita dan angan-angan malah semakin mirip, antara keinginan dan khayalan seolah menyatu dalam satu kondisi.

Waktupun terus berlalu, namun entah mengapa situasi dan kondisi masih seperti semula tidak ada perubahan. Aku merasa seperti katak dalam tempurung yang hanya berkutat dalam satu masalah yang tidak jelas pemecahannya. Apakah aku yang tidak pernah mencari jalan keluarnya? Atau memang pemecahan masalah ini sangatlah sulit dan rumit?

Hidup pun menjadi tidak jelas arah tujuan, kemana kaki ini harus melangkah? Kearah mana lagi jalan yang harus aku tempuh? Semua terasa hampa, ngambang, dan samar bahkan semakin tidak jelas. Aku merasa kesepian, tiada lagi kebahagiaan yang akupun tak tahu apa dan bagaimana sebenarnya yang disebut sebagai kebahagiaan. Aku merasa sudah tidak ada lagi tempat didunia ini yang bisa kujadikan sebagai pijakan, sebagai jalan untuk aku menjalani kehidupan yang singkat ini. Waktu kulalui dengan hanya mengulang kehidupan selama 24 jam dan terus berputar tanpa ada perubahan yang berarti. Aku kebingungan, aku kesepian dan aku terjebak dalam alam fikiranku sendiri yang anehnya ku pun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diri ini.

Jiwa ini memang masih muda, masih labil, penuh dengan ketidak stabilan, kadang tenang setenang hembusan bayu namun kadang berontak bagai ombak menghempas karang dilautan. Semangat hiduppun kadang begitu tinggi seperti laut yang sedang pasang namun seketika bisa surut tanpa aku menyadari. Entah apa sebenarnya yang terjadi dengan jiwa ini.

Aku ingin bebas, sebebas angin yang berhembus begitu tenang dan menenangkan, seperti burung yang mengepakkan sayap kemana saja tanpa ada beban, seperti air yang mengalir mengikuti arus dan aliran, seperti matahari yang bergerak dari timur samapai kebarat, seperti bintang yang tetap berkedip walau tertutup awan hitam. Mungkinkah memang manusia bisa sebebas itu? atau memang manusia ditakdirkan untuk selalu merasa tidak bebas?

PERJALANAN MENCARI KEBENARAN

Perjalanan mencari kebenaran, perenungan akan lurusnya suatu jalan dan usaha untuk mencari sebuah keyakinan adalah bagian dari sebuah proses dalam menjalani kehidupan. Aktivitas yang menjadi rutinitas dalam hidup telah mencapai pada posisi titik jenuh dimana situasi dan kondisi terasa tak lagi sesuai dengan kehendak hati, tidak seirama dengan keinginan yang dibutuhkan oleh jiwa dan raga. Semuanya terasa begitu hampa, segalanya terasa tak berarti hingga mengarah pada batas keputusasaan.

Dunia terasa begitu sempit, pandangan menjadi terbatas, alam fikiran tak mampu lagi untuk berfikir jernih dan hatipun menjadi gudang segala rasa yang penuh dengan keluh kesah, kedengkian dan menjadi sesak dengan berkumpulnya perasaan-perasaan dari bisikan iblis-iblis yang menyesatkan.

Itulah kehidupan, laksana air laut yang tidak selalu surut dan tidak selalu pasang. Silih berganti dari satu kondisi kepada kondisi lainnya, berputar laksana roda yang terkadang berada diposisi teratas namun kadang pula harus rela berada di posisi paling bawah. Orang bijak mengatakan “hiduplah seperti karang dilautan, walau jutaan terjangan ombak datang silih berganti namun tetap berdiri kokoh tiada bergeming dan pantang mundur”. Itulah bagian dari isyarat Sang Pencipta yang disediakan untuk makhluk ciptaan-Nya.

Sudah menjadi karakter dan sifat manusia yang cenderung putus asa, lemah dan merasa tidak puas dengan suatu keadaan. Selalu berkeluh kesah penuh dengan kebimbangan, selalu merasa kekurangan diselimuti penderitaan. Merasa diperlakukan tidak adil dan merasa paling sengasara didunia. Namun Sang Pencipta tetap Maha Pengampun dan Maha Bijaksana.

Alam yang terhampar begitu luas, penuh dengan keindahan dan panorama yang menawan memberikan kesejukan bagi mata yang selalu memandang. Langit yang berwarna biru dihiasi putihnya awan, lukisan alami ciptaan Sang Maha Karya. Samudera yang membentang adalah lautan keni’matan dan fasilitas yang serba lengkap yang disediakan bagi manusia oleh Sang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.

Kealpaan dan kekhilafan membutakan mata hati untuk memandang betapa luasnya karunia yang telah diberikan, kefasikan dan kemunafikan diri menutup indera pendengaran untuk mendengarkan lantunan kalam Ilahi yang mengalun seiring hembusan bayu. Kedengkian dan keegoisan dalam diri menjadi belenggu hati untuk menerima secercah cahaya dari Sang Maha Pencipta.

Jiwa Yang Tersesat

Menerawang angkasa, menembus kepekatan alam, menyibak mesteri-misteri yang terselubung dibalik layar kehidupan di dunia fana. Melewati padang kehampaan, menyusuri lembah kegelisahan, menapaki jalan kebimbangan, mendaki puncak keputusasaan, menyebrangi jembatan kenistaan dan mengarungi lautan ketidakpastian. Kesedihan yang mendalam dan penuh dengan duka lara bercampur dengan tanda tanya menyelimuti setiap jengkal ruang kalbu dan menghiasi dinding-dinding hati yang mulai retak.

Menjalani hidup tanpa sandaran dan tanpa pijakan yang pasti. Sendiri melanglangbuana mencari ketetapan dan ketenangan dalam penat dan riuhnya gemuruh kebahagiaan yang diwarnai canda tawa dan ajakan iblis yang menyesatkan. Jiwa yang bergelora, nafsu yang menggila dan iblis pun tertawa riang menyaksikan seorang anak manusia yang terlena dan terbuai dalam aneka hidangan beraroma neraka hingga akhirnya terkapar tak berdaya dalam penjara penyesalan.

Segala cara telah ditempuh, berbagai tempat telah disinggahi, bermacam sumber telah didatangi tetapi masih belum memberikan jawaban pasti dalam menapaki jalan menuju kebenaran hakiki. Menghitung hari, menjalani waktu dan melewati masa yang penuh dengan misteri hingga mengantarkan jiwa ini melanglangbuana menjadi musafir.

Secercah cahaya yang mulai redup, perlahan memapah jiwa yang tersesat melewati detik-detik kepiluan dalam kegelapan, melewati malam-malam yang sesak dengan kesunyian, mengarungi samudera kehidupan walau harus terombang-ambing tiada keseimbangan dan kepastian.

Berbekal asa dan keyakinan dalam diri jiwa yang tersesat terus melangkah menapakan kakinya di permukaan bumi yang terhampar luas, terus dan akan terus melangkah sampai tiba saat dikala kebenaran hakiki diraih dan pancaran Cahaya Ilahi yang tak pernah padam menerangi jalan-jalan kehidupan dalam menjalani sisa waktu sebelum jiwa yang tersesat memenuhi panggilan-Nya.

PERJALANAN MENCARI KEBENARAN

Perjalanan mencari kebenaran, perenungan akan lurusnya suatu jalan dan usaha untuk mencari sebuah keyakinan adalah bagian dari sebuah proses dalam menjalani kehidupan. Aktivitas yang menjadi rutinitas dalam hidup telah mencapai pada posisi titik jenuh dimana situasi dan kondisi terasa tak lagi sesuai dengan kehendak hati, tidak seirama dengan keinginan yang dibutuhkan oleh jiwa dan raga. Semuanya terasa begitu hampa, segalanya terasa tak berarti hingga mengarah pada batas keputusasaan.

Dunia terasa begitu sempit, pandangan menjadi terbatas, alam fikiran tak mampu lagi untuk berfikir jernih dan hatipun menjadi gudang segala rasa yang penuh dengan keluh kesah, kedengkian dan menjadi sesak dengan berkumpulnya perasaan-perasaan dari bisikan iblis-iblis yang menyesatkan.

Itulah kehidupan, laksana air laut yang tidak selalu surut dan tidak selalu pasang. Silih berganti dari satu kondisi kepada kondisi lainnya, berputar laksana roda yang terkadang berada diposisi teratas namun kadang pula harus rela berada di posisi paling bawah. Orang bijak mengatakan “hiduplah seperti karang dilautan, walau jutaan terjangan ombak datang silih berganti namun tetap berdiri kokoh tiada bergeming dan pantang mundur”. Itulah bagian dari isyarat Sang Pencipta yang disediakan untuk makhluk ciptaan-Nya.

Sudah menjadi karakter dan sifat manusia yang cenderung putus asa, lemah dan merasa tidak puas dengan suatu keadaan. Selalu berkeluh kesah penuh dengan kebimbangan, selalu merasa kekurangan diselimuti penderitaan. Merasa diperlakukan tidak adil dan merasa paling sengasara didunia. Namun Sang Pencipta tetap Maha Pengampun dan Maha Bijaksana.

Alam yang terhampar begitu luas, penuh dengan keindahan dan panorama yang menawan memberikan kesejukan bagi mata yang selalu memandang. Langit yang berwarna biru dihiasi putihnya awan, lukisan alami ciptaan Sang Maha Karya. Samudera yang membentang adalah lautan keni’matan dan fasilitas yang serba lengkap yang disediakan bagi manusia oleh Sang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Kealpaan dan kekhilafan membutakan mata hati untuk memandang betapa luasnya karunia yang telah diberikan, kefasikan dan kemunafikan dirii menutup indera pendengaran untuk mendengarkan lantunan kalam Ilahi yang mengalun seiring hembusan bayu. Kedengkian dan keegoisan dalam diri menjadi belenggu hati untuk menerima secercah cahaya dari Sang Maha Pencipta.